Jumat, 25 Februari 2011

المعربات و المبنيات من الافعال

JENIS FI'IL: MU'ROB DAN MABNI


 

  1. SISTEMATIKA
    PEMBAHASAN
  2. Definisi fiil
  3. Karakteristik fiil
  4. Klasifikasi fiil
  5. Klasifikasi fiil mu'rob
  6. Klasifikasi fiil mabni


     

  7. PEMBAHASAN
    1. Definisi fiil

      Agus Shohib Khoironi mengatakan: مَا دَلَّ عَلَى مَعْنًى مُقْتَرَنٌ بِزَمَانٍ مُعَيََّنٍ مَاضِيًا كاَنَ أَوْ حَالاً أَوْ إِسْتِقْبَالٍ

    'Kata yang menunjukkan makna sesuatu yang disertai dengan waktu baik lampau, sekarang maupun esok.'

    1. Karakteristik fiil

      Tanda-tanda baku yang dapat mengarahkan kita pada suatu fiil dengan seketika agaknya tidak sama dengan pedoman baku yang memudahkan kita dalam mengetahui suatu isim dengan cepat. dalam kajian ini, akan dipahami lebih mudah tentang tanda-tanda yang dapat mengarahkan kita untuk mendeteksi fiil secara cepat bahkan secara otomatis dapat mengetahui jenis fiil berdasarkan tandanya, karena pada dasarnya tanda ini ada karena perbedaan waktu pada fiil.


     

    1. Klasifikasi fiil

      Klasifikasi fiil dengan didasarkan pada berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut:

      1. Menurut waktunya
        1. Fiil madli
        2. Fiil mudhori'
        3. Fiil amar
      1. Menurut bentuknya
        1. Fiil mabni
        2. Fiil mu'rob
      2. Menurut sifatnya yang butuh pada maf'ul
        1. Fiil lazim (kata kerja tak berobyek/ intransitif)
        2. Fiil muta'addi (kata berobyek/ transitif)


           

      3. Menurut penegasnya
        1. Fiil muakkad
        2. Fiil ghoir muakkad
      4. Menurut failnya
        1. Fiil mabni ma'lum (kata kerja aktif)
        2. Fiil mabni majhul (kata kerja pasif)
      5. Menurut bina'nya (unsur penyusunnya)
        1. Fiil salim
        2. Fiil mu'tal
      6. Menurut jumlah huruf
        1. Fiil tsulasi
          1. Fiil tsulasi mujarrod
          2. Fiil tsulasi mazid
        2. Fiil ruba'i
          1. Fiil rub'I mujarrod
          2. Fiil rub'I mazid
      7. Menurut sifatnya yang dapat berubah kedalam bentuk lain
        1. Fiil jamid
        2. Fiil mutashorrif


           

    2. Klasifikasi fiil mu'rob

      Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa mu'rob adalah keadaan suatu kata yang dapat berubah-ubah dikarenakan amil yang mempengaruhinya. Begitu juga pada fiil, fiil yang mu'rob adalah fiil mudhori', namun dengan kriteria dan keadaan tertentu. Karena pada asalnya, kalimat fiil dan juga kalimat huruf adalah mabni.

      Selanjutnya, sifat mu'rob fiil mudhori' terjadi ketika sunyi dari adanya nun jamak inats (nun yang menunjukkan pelaku (subjek) perempuan plural -ّ
      هن) dan nun taukid (nun yang berfungsi menegaskan fiil). Jika hal itu terjadi, maka fiil mudhori'bersifat mabni. Yaitu mabni sukun jika bertemu nun jamak inats, dan mabni fathah jika bertemu nun taukid.

      Sifat fiil mudhori' yang berbeda dengan hukum asli fiil yang mabni, karena ada alas an tertentu yaitu keserupaan fiil mudhori' dengan isim --dalam hal ini adalah isim fail-- dalam makna dan lafadznya. Dalam lafadznya, keduanya sama dalam jumlah huruf, harokat dan sukun.يكتب dengan كاتب , يكرم dengan مكرم ,dan dalam maknanya, keduanya bermakna hal (sekarang) dan istiqbal (mendatang).

      Dalam susunan kalimat, Fiil mudhori' ada yang dibaca rofa' (marfu'), nashob (mansub), dan jazem (majzum), dan kei'robannya bisa secara implicit (lafdzon), eksplisit (taqdiron), atau maĥal.

      Fiil mudhori'dibaca rafa' ketika sunyi dari 'amil nashib dan 'amil jazim. Dan tanda rofa'nya adalah dhommah dhohiroh (tampak di akhir kata). Contoh: يفوز المتقون (lafdzon), يعلو قدر من يقضي بالحق (dikira-kirakan).

      Fiil mudhori' mansub (dibaca nashob) ketika ada 'awamil al-nashibah yang mempengaruhinya. Contoh: لن أقول إلا الحق

      'Awamil al-nashibah tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

      1. 'Awamil al-nashibah yang menasobkan dengan sendirinya, ada empat, yaitu:
        1. ان, yaitu huruf masdariyyah, huruf nashob, dan huruf istiqbal. Contoh: يريد الله أن يخفف عنكم (al-nisa: 28)

          Huruf ini dinamakan huruf masdariyah adalah karena ia menjadikan kata setelahnya dalam takwilan masdar. Dalam contoh diatas berarti يريد الله التخفيف عنكم.

          Dinamakan juga huruf nashob, karena dapat membuat fiil mudhori' dibaca nashob. Dan dinamakan pula huruf istiqbal karena menunjukkan waktu istiqbal (masa datang) murni.

        2. لن, yaitu huruf nashob, huruf nafi, dan huruf istiqbal. Contoh: لن يخلقوا ذبـــابا

          Huruf ini dinamakan huruf nafi karena berfungsi untuk menegaskan negatifnya (nafi)-nya zaman istiqbal, seperti س dan سوف untuk menegaskan positifnya zaman istiqbal.

        3. إذن, yaitu huruf jawab, huruf jaza', huruf nashob dan huruf istiqbal. Contoh: إذن تفلح sebagai jawaban dari perkataan orang سأجتهد .

          Dinamakan huruf jawab karena menjadi jawaban atas perkataan yang mendahuluinya. Dinamakan juga huruf jaza' (arab: balasan), karena kalam yang dimasuki إذن berarti ungkapan balasan bagi kalam sebelumnya. Namun hal ini tidak selalu begini, kadang juga hanya berfungsi sebagai jawaban saja, yang tidak mengandung pernyataan balasan. Seperti : إني أحبك dan dijawab إذن أظنك صادقا.

          Namun fungsi huruf ini sebagai amil yang menasobkan tidak akan terjadi bila tidak memenuhi tiga syarat berikut:

          1. Berada di awal jumlah (arab: kalimat). Berarti tidak didahului oleh kata apapun yang terkait dengan setelahnya إذن. Seperti lafadz yang berada setelahإذنْ menjadi khobarnya kata sebelumnya إذنْ, contoh: أنا إذنْ أكافئُك, atau sebagai jawabnya qosam (arab: sumpah), seperti: والله إذنْ لاأفعلُ, atau jawabnya syarat (arab: ungkapan pengandaian), seperti: إنْ تَزُرْني إذنْ أزورُك. fiil mudhori' dalam kalimat semua itu tidak dibaca nashob.
          2. Fiil mudhori' setelahnya menunjukkan istiqbal, jika tidak maka dibaca rofa' seperti: إني أحبك dan dijawab إذن أظنك صادقا. Karena ungkapan ini menunjukkan hal (arab: sekarang).
          3. Tidak ada pemisah antara إذن dengan fiil mudhori' setelahnya. Bila tidak maka dibaca rofa', seperti contoh: إذن هم يقومون بالواجب, jawaban dari ungkapan: يجود الأغنياء بالمال في سبيل العلم.

        Dalam kitab Audhoh al-Manahij ada satu syarat tambahan lagi, yaitu:

        1. Berfaidah jaza' (sebagai balasan dari ungkapan sebelumnya), jika tidak maka dibaca rofa'. Seperti: إني أحبك dan dijawab إذن أظنك صادقا.
        1. كي, yaitu huruf masdariyyah, huruf nashob dan huruf istiqbal. Contoh: جئت لكي أتعلّم. pada umumnya didahului lam ta'lil (untuk menunjukkan alasan, keterangan, dan dorongan) seperti: لكي تأسوا على ما فاتكم (al-Hadid: 23), jika tidak ada maka sesungguhnya lam tersebut tersimpan (dikara-kirakan) seperti: أستقم كي تفلح.


         

      2. 'Awamil al-nashibah yang meyimpan
        ان مضمرة sebagai sebab nashobnya fiil mudhori'. Dan ragam tersimpannya ان مضمرة ini ada dua, yaitu:
        1. Hukum tersimpannya ان مضمرة itu bersifat jaiz (boleh ya boleh tidak), jika berada setelah enam huruf berikut;
          1. لام كي, disebut juga لام التعليل, yaitu lam huruf jer yang menunjukkan kata setelah لام sebagai 'illat (alasan, dorongan) tujuan, dan sebab atas kata sebelumnya, atau dalam kata lain, kata sebelumnya لام كي adalah sebagai maksud dan tujuan terciptanya kata setelahnya لام كي. Contoh: وأنزلنا إليك الذكر لتبين للناس (an-Nahl: 44). Secara batiniahnya adalah: لأجل أن تبين .

            Tersimpannya ان مضمرة setelah لام كي ini selama tidak didahului oleh لا النافية atau لام الزائدة, jika memang didahului maka harus menampakkan ان مضمرة. yang didahului لا النافية seperti: لَِئَلاَّ يَكوُنَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةٌ (al-Nisa: 165), dan yang didahului لام
            الزائدة seperti: لِئَلاَّ يَعْلَمَ أَهْلُ اْلِكَتابِ (al-Hadid: 29)

          2. لام العاقبة, atau disebut juga لام الصيرورة/ لام المآل/ لام النتيجة, yaitu lam huruf jer yang menunjukkan kata setelahnya sebagai akibat dan hasil pekerjaan dari kata sebelumnya, tidak sebagai sebab dan Alasan dari kata sebelumnya seperti yang ada pada لام كي. Contoh:

فَاْلتَقَطَهُ ءَالَ فِرْعََوْنَ لِيَكُوْنَ لَهُمْ عَدُوًّا وَّحَزَنًا ((al-Qoshosh: 8

  1. واو العاطفة, seperti : يأبى الشجاع الفرار ويسلم, asalnya: وأن يسلم
  2. الفاء العاطفة, seperti: تعبك فتناول المجد خير من راحتك فتحرم القصد, asalnya: خير من راحتك فحرمانك القصد
  3. ثم العاطفة, seperti: يرضي الجبان بالهوان ثم يسلم, asalnya: ثم السلامة
  4. أو العَاطِفَةُ, seperti: المَوْتُ أَوْ يَبْلُغَ اْلانِْسَانُ مَأْمَلَهُ أَفْضَلُ, asalnya: الَموْتُ أَوْ بُلُوْغُهُ اْلاَمَلَ أَفْضَلُ. Dan juga firman Allah:

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُّكَلِّمَهُ اللهُ إِلاَّ وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابً أَوْ يُرْسِلَ رَسُوْلاً (al-Syuro: 51)

Asalnya: إلا وَحْيًا, أَوْ إِرْسَالُ رَسُوْلٍ

  1. Hukum tersimpannya ان مضمرة itu bersifat wajib (harus), jika berada setelah lima huruf berikut:
    1. لام الجحود , atau disebut juga oleh sebagian ulama, sebagai لام النفي, yaitu lam huruf jer yang berada setelah كان الناقصة yang nafi. Seperti:

فَكُلاًّ أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذْتُهُ الَّصْيحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ اْلاَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوْا أَنْفُسَهُمْ يَِظْلِمُوْنَ(al-'Ankabut: 40)

  1. حتى, yaitu huruf jer yang yang bermakna إلى atau لام التعليل, seperti:
  • Yang bermakna إلى: قالوا لن نبرح عليه عاكفين حتى يرجع إلينا موسى (thoha: 91). Berarti: إلى أن يرجع
  • Yang bermakna لام التعليل: أطع الله حتى تفوز برضاه berarti: ولتفوز
  1. أو. Huruf
    ini dapat berlaku sebagai amil nashob dengan syarat harus menyimpan maknanya إلى dan إلا الاستثنائية, seperti:
  • Yang bermakna إلى:

لأستسهلنّ الصعب أو أدرك المنى ¯ فما أنقادت الأمـــــآل إلا لصابر

أي إلى أن يدرك

  • Yang bermakna إلا الاستثنائية:

وكنت إذا غـــــمزت قنــاة قــــوم     ¯ كسرت كعوبـــها أوتســــــــتقيما

أي إلا أن تستقيم

لأقتلنّ الكافر أو يسلم, أي إلا يسلم

  1. فاء السبيبة, yaitu huruf yang menjelaskan bahwa kata sebelumnya menjadi sebab bagi kata setelahnya, karenanya dinamakanlah فاء السبيبة. Contoh:

كلوا من طيبات مارزقناكم ولا تطغوا فيه فيحلّ عليكم غضبي (Thoha: 81)

  1. واو المعية, yaitu huruf yang menjelaskan terjadinya lafadz sebelumnya dengan syarat bersamaan dengan keberadaan lafadz setelahnya. Dan menggunakan maknanya مع, yang berarti مصاحبة (bersamaan/ beriringan). Contoh: لم أنصح بشيء وأخالفه, لاتأكل السمك وتشرب اللبن

Sebagai tambahan, syarat أو
المعية dan فاء السبيبةdapat beramal sebagai amil al-nashib, yaitu harus berkedudukan sebagai jawabnya nafi atau tholab yang murni. Syarat kedua huruf tersebut terangkum dalam bait berikut:

مُرْوَانْهُ وَادْعُ وَسَلْ وَاعْرِضْ لِحَضِّهِمْ    ¯     تَمَنَّ وَارْجُ كَذَاكَ النَّفْيُ قَدْ كَمُلاَ

  1. Amar, baik dengan shighotnya maupun dengan lam amar: آتني فأكرمَك, لينفق ذو سعة من سعته فأحسنَ إليه
    1. Nahi: لاترم علما وتتركَ التعب, فتتركَ التعب
    2. Doa: وفقني فأعملَ صالحا, وأعملَ صالحا
    3. Istifham: من يستنصرني فأنصرَه, وأنصرَه
    4. 'irdh: لولا تنزل عندنا فتصيبَ خيرًا, وتصيبَ خيراً
    5. Tahdhidh, opposite dari 'irdh: هلا تكرم زيدا فيحسن إليك ويحسن إليك
    6. Tamanni: ليت لي مالاً فأنفقَ منه, وأنفقَ منه
    7. Tarojji: لعلَّ الحبيب قادم فأزورَه, وأزورَه
  2. Nafi: baik dengan huruf (لم, لمّا, لن, إن, ما, لا, لات), seperti: لَمْ يَجْتَهِدْ فَيُفْلِحَ, atau dengan fiil, seperti: لَيْسَ اْلجَهْلُ مَحْمُوْدٌ فَتُقْبِلَ عَلَيْهِ, ataupun dengan isim, seperti: اَلْحِلْمُ غَيْرُ مَذْمُوْمٍ فَتُنْقِرَ مِنْهُ.

Bila syarat diatas tidak terpenuhi, maka fiil mudhori' yang jatuh setelah fa sababiyyah atau wawu ma'iyyah, tetap dibaca rofa'.


 

Kemudian, fiil mudhori' majzum (dibaca jazem) bila didahului oleh 'awamil al-jawazim, yaitu sebagai berikut:

  1. 'Awamil al-jawazim yang menjazemkan satu fiil, ada empat huruf, yaitu:
    1. لم, yaitu huruf nafi, huruf jazem, dan huruf qolb (memindah zaman mudhori' yang awalnya istiqbal atau hal menjadi madhi), seperti: لم أكتبْ
    2. لما, sama dengan huruf diatas. Contoh: لما أكتبْ

Perbedaan dua huruf diatas:

  1. لم menafikan waktu lampau secara muthlaq (Indonesia: tidak) namun boleh juga meneruskannya hingga waktu sekarang/الحال atau bahkan hingga waktu yang tidak bisa ditentukan (الاستمرار), contoh: لم يلدْ ولم يولدْ (al-Ikhlas: 3), jadi dalam ayat ini menegaskan bahwa Allah sekali-kali tidak dilahirkan maupun melahirkan, baik dari dulu, sekarang atau bahkan hingga waktu yang tidak bisa ditentukan (الاستمرار).

    Sedang لمَّا menafikan waktu lampau (الماضي) secara menyeluruh hingga waktu kini (الحال) saja (indonesia: belum), tidak boleh lebih dari itu. Maka oleh karenanya maka huruf ini juga disebut حرف الاستغراق yang berarti menafikan zaman madhi secara total.

  2. Nafi dengan لم, berarti tidak menunggu aktualitanya karena pada hakikatnya ia tidak menghasilkan apa-apa (hanya merupakan negative word), sedang nafi dengan لمَّا berarti masih menunggu aktualitanya, karena pada hakikatnya ia tertunda.
  3. Huruf لم boleh terletak setelah huruf syarat, contoh: إن لم تجتهدْ تندمْ, sedang لمَّا tidak demikian.
  4. Boleh membuang majzum-nya (fiil mudhori' yang majzum) huruf لمَّا, sedang لم tidak demikian. Contoh: قاربت المدينة ولمَّا, maksudnya: ولمَّا أدخلها
  1. لام الامر, yaitu amar dengan bentuk mudhori' yang digandeng dengan لام
    الامر, maknanya sama dengan tujuan asli amar, yaitu tuntutan untuk melaksanakan yang disebutkan. Contoh: لينفقْ ذو سعة من سعته
  2. لاالناهية, negasi dari sebelumnya, yaitu tuntutan untuk meninggalkan yang disebutkan, seperti:


ولا تجعلْ يدك مغلولة إلى عنقك ولا تبسطها كل البسط فتقعد ملوما محسوراً
(al-Isro': 29)

  1. 'Awamil al-jawazim yang menjazemkan dua fiil mudhori', fiil yang pertama disebut fiil syarat dan fiil yang kedua disebut fiil jawab, ada 13 amil, yaitu:
    1. إن. Huruf ini merupakan pokok/ intisari bagian 'Awamil al-jawazim ini. Karena 'awamil selanjutnya hanya meyimpan maknanya untuk kemudian bisa menjazemkan dua fiil mudhori'. Contoh:

وَإِنْ تُبْدُوْا مَا ِفيْ أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوْهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللهُ (al-Baqoroh: 248)

  1. إِذْمَا,
  2. مَنْ, yaitu isim mubham (arab: samar) yang menjelaskan objek yang berakal (manusia), contoh: مَنْ يَعْمَلْ سُوْءًا يُجْزَ بِهِ (al-Nisa: 123)
  3. مَا, isim mubham yang menjelaskan objek yang tidak berakal (seluruh benda selain manusia), contoh: وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللهُ (al-Baqoroh: 197)
  4. مَهْمَا, sama dengan مَا, yaitu menjelaskan objek yang tidak berakal, seperti:


وَقَالُوْا مَهْمَا تَأْتِنَا بِهِ مِنْ أَيَةٍ لِتَسْحَرَنَا بِهَا فَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِيْنَ( al-A'rof: 132)

  1. مَتَى, isim zaman yang menyimpan makna syarat, seperti syair:

متى تأته تعــــشو إلى ضـــــوء ناره    ¯    تجد خيــر نار عندهــــا خير موقد

  1. أَيَّانَ, isim zaman yang menyimpan makna syarat, seperti syair:

أيَّان نؤمــــــــنْك تأمنْ غيــــــرنَا وإذ    ¯    لم تدرِكِ الأَ مَنَ منا لم تزل حــَذِرا

  1. اين, isim makan (tempat) yang menyimpan makna syarat seperti: أَيْنَ تَنْزِلْ أَنْزِلْ

أَيْنَمَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكْــــكُمُ الْمَوْتُ (al-Nisa: 78)


Pada umumnya, isim ini sering ditambah dengan ماالزائدة, dengan tujuan untuk menegaskan (taukid) seperti contoh diatas.

  1. أنّى, isim makan yang meyimpan makna syarat, seperti: أنى تجلسْ أجلسْ معك
  2. حيثما, isim makan yang meyimpan makna syarat, seperti: حيثما تذهبْ أذهبْ معك
  3. كيفما, isim mubham yang meyimpan makna syarat, seperti: كيفما تجلسْ أجلسْ معك

    Sifat menggandeng
    dengan ما الزائدة ini adalah suatu pilihan diantara ya dan tidak.

  4. أيٌّ, isim mubham yang meyimpan makna syarat, seperti:

أيَّاماً تَدْعُوْا فَلَهُ اْلاَسْمَاءُ الْحُسْنَى (al-Isro: 110)

Isim ini yang harus dimudhofkan dengan isim lain bersifat mu'rob sesuai kedudukannya dalam I'rob, baik marfu', mansub, atau majrur. Contoh:

أيُّ اْمرإٍ يَخْدُمْ أمَّه تَخْدُمْهَا, بِأَيِّ قَلَمٍ تَكْتُبْ أَكْتُبْ

  1. إذا, isim zaman yang menyimpan makna syarat. Amil yang satu ini unik karena hanya berlaku sebagai 'Awamil al-jawazim hanya pada syair, selain itu tidak, seperti:

إِسْتًغْـــــنِ مَاأَغْنَاكَ رَبُّــــــــكَ بِالْغِنَى    ¯    وَإِذَا تُصْبـــــــكَ خَصَاصَةٌ فَتَجَمّــَلْ


 

  1. Klasifikasi fiil mabni

    Pembahasan selanjutnya adalah mengenai fiil mabni. Fiil yang mabni adalah fiil madhi dan fiil amar, serta fiil mudhori' dengan kriterianya.

    1. Mabninya fiil madhi

      Fiil madhi seluruhnya mabni, baik yang tsulasi (tiga huruf) atau ruba'I (empat huruf), begitu pula mujarrod maupun mazid.

      Dan ragam kemabnian fiil madhi ada tiga, yaitu;

      1. Mabni fath, yaitu bina asli pada fiil ini, dengan kriteria:
        1. Bila huruf akhir fiil madhi tidak bertemu dengan apapun (walau huruf akhirnya berupa huruf 'illat, namun mabni fath-nya dikira-kirakan). Seperti: كَتَبَ, فَتَحَ, عَلِمَ, رَمَى, دَعَا, dll.
        2. Bila huruf akhir fiil madhi bertemu dengan alif tatsniyah, seperti: رَمَيَا, كَتَبَا, فَتَحَا, عَلِمَا , dll.
      2. Mabni dhommah, bila huruf akhir bertemu dengan wawu jama', seperti: كَتَبُوْا, فَتَحُوْا, رَمَوْا, دُعُوْا, dll.
      3. Mabni sukun, bila huruf akhir fiil madhi bertemu dengan dhomir rafa' mutaharrik (dhomir muttashil yang menggandeng kepada huruf akhir fiil madhi sebagai indikator pelaku (fail) dari fiil madhi tersebut), seperti: فتحتُ, رميتَ, قمتِ, dll. Yang termasuk dhomir rafa' mutaharrik adalah نَ,تَ, تُمَا, تُمْ, تِ, تُمَا, تُنََّ, تُ, نَا
    2. Mabninya fiil amar
      1. Mabni sukun, yaitu bina asli fiil ini, dengan kriteria:
        1. Huruf Fiilnya tidak berupa huruf 'ilat (baca: shohih), seperti: أُكْتُبْ
        2. Huruf Fiilnya bertemu dengan nun niswah, seperti: أكتبن.
      2. Mabni hadzf harf 'illat, yaitu Huruf Fiilnya berupa huruf 'ilat (أ,ي,و), seperti: أنج, إسع, إرم
      3. Mabni hadzf nun, yaitu bila huruf fiilnya bertemu dengan: alif tatsniyah, wawu jama', atau ya' mukhotobah, seperti: أكتبا, أكتبي, أكتبوا
      4. Mabni fath, yaitu bila huruf akhirnya bergandeng dengan salah satu nun taukid (mukhoffah atau tsaqilah), seperti: أكتبنْ, اكتبنَّ
    3. Mabninya fiil mudhori'

      Keadaan fiil ini ada dua, yaitu diantara mu'rob dan mabni. Keadaan saat mu'rob telah dijelaskan dimuka beserta amil yang mempengaruhi kemu'robannya. Dan kini saatnya mengupas tentang kemabnian fiil mudhori'.

      Kemabnian fiil mudhori' didapat ketika huruf akhirnya bergandengan dengan salah satu diantara dua nun taukid atau nun niswah. Yaitu mabni sukun jika bertemu nun jamak inats, dan mabni fathah jika bertemu nun taukid, seperti: يكتبْنَ, يكتبَنْ, يكتبَنَّ


       


       


       


       


       


       


 

Minggu, 20 Februari 2011

JENIS ISIM: MU’ROB DAN MABNI

المعربات و المبنيات من الاسماء

JENIS ISIM: MU’ROB DAN MABNI

A. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

1. Definisi Isim

2. Karakteristik Isim

3. Klasifikasi isim

4. Definisi Mu’rob

5. Klasifikasi Isim Mu’rob

6. Definisi Mabni

7. Klasifikasi Isim Mabni

B. PENDALAMAN MATERI

1. Definisi Isim

Dari pengarang buku Audhohul Manahij, Agus Shohib Khoironi, mengatakan bahwa isim adalah: ما دل على معنى من ذات أو صفة غير مقترن بزمان معين, ‘suatu kata yang menunjukkan atas suatu dzat (nama manusia, hewan, tanaman atau dzat lain) atau sifat (isim fail, isim maf’ul, isim sifat musyabbihah, isim tafdhil, isim ta’ajjub) tanpa disertai dengan masa atau waktu tertentu (lampau, sekarang, atau mendatang)[1]

Pensyarah alfiyah Ibn Malik, Ibnu Aqil, mengatakan, isim adalah:

...إن دلت على معنى في نفسها غير مقترنة بزمان فهي الاسم...

‘bila kalimat itu mengandung arti untuk sendirinya dan tidak disertai dengan pengertian yang menyangkut masa’[2]

Dari definisi tersebut, lafadz yang semisal dengan أمس (menunjukkan waktu: ماض, غدا ) itupun termasuk ke dalam kategori isim, karena lafadz tersebut menunjukkan makna yang berupa waktu, bukan waktunya yang menyertai pada makna aslinya.

Yang pula masuk pada kategori isim adalah kata صبوح (minum di waktu pagi), kata عبوق (minum diakhir hari), dan kata القيل (minum disiang hari), karena walaupun kata-kata tersebut menunjukkan makna dan disertai dengan zaman, namun zaman yang menyertainya besifat general, tidak diketahui apakah zaman itu zaman madhi (lampau), hal (sekarang) atau istiqbal (mendatang). – buku Taswiqul Khilan hal. 16.[3]

Begitu pula isim fa’il dan isim maf’ul yang merupakan salah satu sifat, juga termasuk dalam kategori ini karena keduanya menunjukkan makna (subjek dan objek suatu perbuatan) dan disertai zaman namun tidak secara wadho’ (sengaja) melainkan secara luzum (suatu keniscayaan).

2. Karakteristik Isim

Pedoman untuk mengidentifikasi suatu kata bisa disebut isim, adalah:

1. Jar

Yaitu kata tersebut berada pada keadaan dibaca jar, baik karena:

a. Huruf jar (al-majrur bi al-harf), yang berjumlah 20 (min, ila, hatta, khala, hasya, ‘ada, fi, ‘an, ‘ala, mudz, mundzu, rubba, lam, kay, wawu, ta, kaf, ba, la’alla, dan mata), contoh:

في البيت هرٌّ, على المكتبِ كتابٌ, لزيدٍ سيارةٌ

b. Tarkib idhofi (al-majrur bi al-idhofah), contoh:

هذا كتابُ زيدٍ, ذلك قلمُ عليٍّ, هذا خاتمُ حديدٍ

c. Tarkib washfi (al-majrur bi al-na’t), contoh:

مررت بغلام زيدٍ الفاضلِ[4]

2. Al

Yaitu dalam kata tersebut terdapat al (alim-lam), baik sebagai tambahan (zaidah) ataupun sebagai tanda ma’rifat. Contoh:

المدرسة كبيرةٌ, هذا القلم جديدٌ, رأيت السيارةَ

3. Perangkat nida (panggilan)

Yaitu kata tersebut mengekor pada salah satu perangkat nida (panggilan). Contoh: يا زيدٌ, يا أبَا هريرةَ, يا نارُكوني بردًا

4. Tanwin

Yaitu pada huruf akhir kata tersebut berupa tanwin //_ٍ(bentuk nakiroh), hal ini ketika kata tersebut (isim) tidak terdapat al (bentuk ma’rifat), jadi dengan kata lain tanwin adalah opposite dari al. tanwin sendiri adalah bentuk dari nun mati yang verbal (dalam bentuk ucapan saja tidak dalam bentuk tulisan) contoh: هذه إمرأةٌ, رأيتُ سقفاً, مررتُ بخنزيرٍ[5]

Secara terinci, tanwin ada beberapa macam:

a) Tanwin tamkin, yaitu tanwin yang terdapat pada isim mu’rob munshorif, seperti: نهرٌ, سماءٌ, مكتبٌ, ومثله

b) Tanwin tankir, yaitu tanwin yang terdapat pada isim mabni, dan bertujuan untuk membedakan antara isim mabni yang ma’rifat dan yang nakiroh, contoh: مررتُ بسبويهِ وبسبويهٍ أخر

c) Tanwin muqobalah, yaitu tanwin yang ada pada jamak muannats salim, sebagai perbandingan dari nun yang ada pada jamak mudzakar salim, contoh:مسلماتٌ, مؤمناتٌ, مشركاتٌ

d) Tanwin iwadl, yaitu tanwin yang menggantikan jenis lain. Tereduksi lagi menjadi:

1. Tanwin iwadl ‘an al-harf (menggantikan huruf yang terbuang/tersimpan). Tanwin jenis ini biasa ditemukan pada isim ghoir munshorif, berupa shighot muntaha al-jumu’, contoh: غواشٍ, جوارٍ, أمانٍ dari aslinya: غواشيَ, جواريَ, أمانيَ

2. Tanwin Iwadl ‘an al-ism (menggantikan mudhof ilaih yang tersimpan). Biasa ditemukan pada lafadz كلٌّ dan بعضٌ, contoh:

قل كلٌّ يعمل على شاكلتهِِ aslinya قل كلُّ إِنْسَانِ يعمل على شاكلته

3. Tanwin iwadl ‘an al-jumlah (menggantikan kalimat yang berkedudukan sebagai mudhof ilaih). Biasa ditemukan pada lafadz “إذْ”, contoh:

وَأَنْتُمْ حِيْنِئذٍ تَنْظُرُوْنََ aslinya وَأَنْتُمْ حِيْنَ إِْذْبَلَغَتِ الرُّوْحُ الْحُلْقُوْمَ تنَْظُرُوْنَ

4. Tanwin ‘iwadl ‘an al-jumal (menggantikan beberapa kalimat yang dibuang). Biasa ditemukan pada pada lafadz “إذْ” seperti pada ayat:

يومئذٍ تحدث أخبارها aslinya يوم إذ زلزلت الارض زلزالها وأخرجت الارض أثقالها زقال الانسان مالها تحدث أخبارها[6]

e) Tanwin Dhoruroh, yaitu tanwin yang ada bertemu munada (lafadz yang dipanggil) yang mabni, baik yang rofa’ maupun yang nashob. Contoh:

Mabni rofa’ : سَلاَمُ اللهِ يَا مَطَرٌ عَلَيْهَا () وَلَيْسَ عَلَيْكَ يَا مَطَرَ السَّلاَمِ

mabni nashob : يا عديا لقد وقتك الاواقي[7]

f) Tanwin ziyadah, atau biasa disebut juga tanwin munasabah, yaitu tanwin yang ada pada isim ghoir munshorif dengan tujuan untuk penyerasian dengan kalimat setelahnya. contoh: سلاسلاً وأغلالاً, imam nafi’ (salah satu imam tujuh bacaan al-quran yang diakui) membaca tanwin pada lafadz سلاسلا, padahal lafadz ini berupa sighot muntaha al-jumu’ yang tidak bisa menereima tanwin, hal ini untuk menyerasikan dengan lafadz setelahnya.

g) Tanwin Taksir, atau juga disebut tanwin hamzi atau tanwin syadz, yaitu tanwin yang ada pada sebagian isim mabni, dengan faidah menunjukkan arti banyak, contoh: هَؤُلاَءٍ قَوْمُكَ mereka (orang banyak) adalah kaummu

h) Tanwin Hikayah, yaitu tanwin yang ada pada isim ghoir munshorif dengan tujuan untuk menceritakan hikayat (kejadian asal) sebenarnya.[8]

Contoh: ضَارِبَةٌ وَزْنُ فَاعلِةَ,ٌ مِضْرَابٌ وَزْنُ مفِعْاَلٌ

Kedua kata yang bergaris bawah adalah isim ghoir munshorif (dikarenakan adanya dua illat penyebab terbuangnya tanwin yaitu alam jins dan ta’ nits) namun karena untuk menjelaskan bahwa mauzun tersebut ikut pada wazan yang kebetulan bertanwin maka didatangkanlah tanwin.

i) Tanwin Tarannum, yaitu tanwin yang terdapat pada akhir bait syair (qofiyah) muthlaqah (hidup) yang bunyinya diperpanjang dengan huruf illat seperti:

أَقِـــــلّي اللَّوْمَ عَادِلْ وََاْلِعتَابَنْ وَقُوْلِيْ إِنْ أَصَبَتْ لَقَدْ أَصَابَنْ

أزف الترحل غير أنً ركابنا لمـــا تزل برحالنا وكأن قدنْ

“Wahai wanita pencela, tinggalkanlah perbuatan mencelamu (karena) aku tidak akan pernah mendengarkan yang ku inginkan, maka yang terbaik bagimu adalah mengakui kebenaran apa yang aku lakukan”

“Telah dekat waktu untuk berangkat, hanya saja kendaraan kami belum berangkat, seakan-akan waktu perpisahan telah terjadi” (Jarir bin Athiyyah)

j) Tanwin ghali, yaitu tanwin yang ada pada akhir bait yang muqayyadah (mati). Hal ini dibuktikan oleh Imam al-Akhfasy, seperti perkataan penyair:

َوقَاتِمِ اْلأَعْمَاقِ خَاِويَ الْمُخْتَرِقَنْ مُشْبِهِ اْلاَعْلاَمِ لَمَّاعِ الْخَفْقَنْ

“Banyak sekali tempat yang tak seorang pun dapat menempuh dan menemukannya karena banyaknya keserupaan dengan tempat lain dan tidak jelas tentang keberadannya. Namun untaku ternyata mampu menempuh dan menemuknnya.” (Ru’bah bin Ujaj)

قَالَتْ بَنَاتُ العَمِّ سَلْمىَ وَإِنِـــــنْ كَانَ فَقِيْرًا مُعْدِمًــــــا وَإِنَِنْ

“Anak-anak perempuan paman berkata: wahai salma, jika ia seorang fakir miskin, salma menjawab: sekalipun ia fakir miskin”

Namun, perlu dicermati bahwa jenis tanwin yang menjadi karakteristik dari kata isim adalah tanwin a) hingga d). sedangkan yang e) dan f) dapat memasuki pada kata isim, fi’il, dan huruf.[9]

5. Musnad ilaih

Yaitu bila dalam suatu kalimat, secara gramatikal kata tersebut berkedudukan sebagai musnad ilaih (sesuatu yang dikenai hukum pembicaraan/ objek kalam). Yang termasuk dalam musnad ilaih adalah sebagai berikut:

a) Mubtadâ

b) Fâ’il

c) Nâib ‘an al-fâ’il

d) Isimnya kâna al-naqishoh dan akhowâtnya

e) Isimnya inna dan akhowâtnya

f) Isimnya la al-nafiyah li al-jinsi

g) Isimnya huruf-huruf yang beramal seperti amalnya laisa

3. Klasifikasi Isim

Klasifikasi isim dapat didasarkan pada sudut pandang dan kajian berikut:

a. Menurut tampak dan tersembunyinya isim

1. Isim Dzohir

2. Isim Dhomir

a) Menurut tersambung dan terpisahnya dhomir

­ Dhomir Muttashil

­ Dhomir Munfashil

b) Menurut bentuk dhomir

­ Dhomir Bariz

­ Dhomir Mustatir

c) Menurut kedudukan I’robnya

­ Marfu’ [dibaca rafa’]

­ Mansub [dibaca nashob]

­ Majrur [dibaca jar]

b. Menurut asal muasal terbentuknya isim

1. Isim Jamid [kata pokok]

a) Jamid dzati

b) Jamid Ma’nawi

2. Isim Musytaq [kata konjugasi/derivasi]

a) Isim Fa’il

b) Isim Maf’ul

c) Shighot Mubalaghoh

d) Sifat Musyabbihah

e) Masdar Mim

f) Isim Zaman

g) Isim Makan

h) Isim Alat

i) Isim Tafdhil

c. Menurut jenisnya

1. Isim Mudzakkar [maskulin]

a) Mudzakkar Haqiqi

b) Mudzakar Majazi

2. Isim Muanntas [feminine]

a) Muannats Haqiqi

b) Muannats Majazi

c) Muannats Ma’nawi

d) Muannats lafdzi

d. Menurut jenis huruf akhir

1. Isim Shohih

2. Isim Maqsur

3. Isim Manqush

4. Isim Mamdud

e. Menurut jumlahnya

1. Isim Mufrod [kata benda tunggal/ singular]

2. Isim Mutsanna/Tatsniyah [kata benda dua/ dual]

3. Jamak [kata benda banyak/ pural]

a) Jamak taksir

b) Jamak mudzakkar salim

c) Jamak muannats salim

f. Menurut spesialisasinya

1. Isim Nakiroh [general]

2. Isim Ma’rifat [special]

a) Isim Dhomir

b) Isim Alam

­ Menurut dilalahnya [makna tunjuk]

v Alam Asma

Ø Mufrod

Ø Murokkab

§ Murokkab Idhofi

§ Murokkab Isnadi

§ Murokkab Majazi

v Alam Kuniah

v Alam Laqob

­ Menurut objeknya

v ‘Alam syakhs [personal]

v ‘Alam ghoir syakhs []

v ‘Alam jins [general]

c) Isim Isyaroh

­ Qorib [dekat]

­ Ba’id [jauh]

d) Isim Maushul

­ Jumlah [kalimat]

v Jumlah fi’liyah

v Jumlah ismiyah

­ Syibh Jumlah [menyerupai kalimat]

v Jar wa majrur

v Dzorof

e) Isim yang dimakrifatkan dengan al

­ Al li al-‘ahdiyyah

v Al-‘ahdi al-dzikri

v Al-‘ahdi al-hudhuri

v Al-‘ahdi al-dzihni

­ Al-jinsiyah

­ Al-istighroqiyah

­ Al-bayaniyah

f) Isim yang dimudhofkan dengan salah satu isim diatas

g) Munada[10]

g. Menurut sifatnya yang dapat menerima tanwin

1. Isim munshorif

2. Isim Ghoir munshorif

h. Menurut Nisbatnya

i. Menurut Tashghir

j. Menurut jumlah huruf

1. Isim Mujarrod [kata benda biasa]

2. Isim Mazid [kata benda tambahan]

k. Menurut perubahan huruf akhir

1. Isim Mu’rob

2. Isim Mabni

4. Definisi Isim Mu’rob

Menurut kitab Audhoh al-Manahij, isim mu’rob adalah ما تغير حال حركة حرف أخره لاختلاف العوامل الداخلة عليه لفظا أو تقديرا ‘berubahnya keadaan huruf akhir dari suatu kata disebabkan amil [factor-faktor] yang mempengaruhinya baik secara eksplisit [lafdzon] atau implisit [taqdiron]’.[11]

Menurut ibn Aqil, isim mu’rob didefinisikan sebagai isim yang terbebas dari keserupaan dengan huruf. ما سلم من شبه الحرف[12]

Sejenis dengan istilah ini, adalah I’rob yaitu perubahan harokat huruf akhir suatu kata [isim, f’il, harf] karena pengaruh dari suatu amil tertentu. تغيير حركة حرف الاخر من كلمة لاختلاف العوامل الداخلة عليها

5. Klasifikasi isim mu’rob

Sebelum masuk pada klasifikasi isim mu’rob, perlu diketahui tentang tanda-tanda [‘alamat] yang menyertainya:

1. Tanda asli [dengan harokat]

a. Dhommah : untuk I’rob rafa’

b. Fathah : untuk I’rob nashob

c. Kasroh : untuk I’rob jar

d. Sukun : untuk I’rob jazem

2. Tanda pengganti [dengan huruf]

a. Alif : untuk I’rob rafa’

b. Wawu : untuk I’rob rafa’

c. Ya : untuk I’rob nashob dan jar

d. Tetapnya Nun [tsubut] : untuk I’rob rofa’

e. Terbuangnya [hadzf] nun : untuk I’rob nashob dan jazem

Secara global, klasifikasi I’rob ada empat macam, yaitu:

1. I’rob rofa’

2. I’rob nashob

3. I’rob jar

4. I’rob jazem

Lebih lanjut, i’rob rofa’ dan nashob dapat masuk pada fiil dan isim (i’rob musytarok) sedang jer dan jazem adalah i’rob mukhtas (jer khusus pada isim dan jazem khusus pada fiil).

Secara khusus, yang akan dibicarakan adalah I’robnya isim, yang mencakup: rofa’, nashob, dan jar.

1. Rofa’

Tanda-tanda khususnya meliputi:

a. Dhommah, terdapat dalam:

ü Isim mufrod: جاء رسولٌ

ü Jamak taksir :ُ قام القوم

ü Jamak muannats salim : جلستْ المسلماتُ

b. Alif, terdapat dalam:

ü Isim mutsanna/ tatsniyah : هذانِ كتابَان

c. Wawu, terdapat dalam:

ü Jamak mudzakkar salim: هُمْ المسلموْن

ü Asma khomsah : وَحَضَرَ ذو مالٍ جاء أبوك وأخوك و حموك وهذه فوك

2. Nashob

Tanda-tanda khususnya meliputi:

a. Fathah [tanda asli], terdapat dalam:

ü Isim mufrod : رأيتُ بكراً

ü Jamak taksir: أكلتُ الرزَّ

b. Ya, terdapat dalam:

ü Isim mutsanna: رأيتُ المسلمينِْ

ü Jamak mudzakkar salim: رأيتُ المسلميْنَ

c. Alif, terdapat dalam:

ü Asma khomsah [isim lima]: إنَّ أباك وأخاك وحماك ماهر في كرة القدم وإن فاك صغيرةُ و إنّ ذامالٍمسرورٌ

d. Kasroh, terdapat dalam:

ü Jamak muannats salim: رأيتُ المسلماتِ

3. Jar

Tanda-tanda khususnya meliputi:

a. Kasroh [tanda asli], terdapat dalam:

ü Isim mufrod : مررتُ بزيدٍ

ü Jamak muannats salim : مررتُ بالمسلماتِ

b. Ya, terdapat dalam:

ü Isim mutsanna : مررتُ بالمسلميْنِ

ü Jamak mudzakkar salim : مررتُ بالمسلميْنَ

ü Asma khomsah : مررتُ بأبيك وأخيك و حميك و نظرت إلى فيك وإلى ذي مالٍ أمامه سيارة

c. Fathah, terdapat dalam:

ü Isim ghoir munshorif : مررتُ بفاطمةَ, أَماَمَ إبراهيمَ كلبٌ كبيرٌ

6. Definisi Isim Mabni

Dinukil dari buku maqoshid nahwiyyah, bina’ adalah:

البناء هو لزوم أواخر الكلم حالة واحدة لغير عامل واعتلال

Bina’ adalah tetapnya akhir kalimat pada satu keadaan bukan karena amil atau proses I’lal.

Definisi dari al-Gholayaini, menyebutkan:

المبني هو ما يلزم أخره حالة واحدة فلا يتغير وإن تغيرت العوامل التي تتقدمه كهذه وأين ومن وكتب واكتب

Semakna dengan definisi diatas adalah mabni yang selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut, karena term ini lazim dan digunakan dalam buku-buku nahwu, sedang term “bina” lazim digunakan dalam buku-buku shorof.

Pada awalnya kalimat isim (kata benda) bersifat mu’rob (berubah karena amil) namun selanjutnya ada beberapa kalimat isim yang keluar dari aturan baku, yakni bersifat mabni (tetap bukan karena amil atau I’lal) karena ada satu keserupaan dengan kalimat huruf (yang bersifat mabni).

7. Klasifikasi isim mabni

Sebelum pengklasifikasian isim yang mabni berikut akan dipaparkan terlebih dahulu sebab-sebab isim tersebut dikategorikan sebagai isim mabni.

1) Syibh wadh’iy

Keserupaan ini adalah pada asal muasal pembentukan isim. Dalam bentuknya, isim ini ada terdiri dari satu huruf, dua huruf, tiga huruf, empat huruf atau lebih, serupa dengan kalimat huruf yang terdiri dari satu, dua huruf, tiga huruf, empat huruf atau lebih. Yang masuk kategori syibh ini adalah isim dhomir.

Contoh: ه, تَ, تِ, تُ,كَ, كِ, يْ, serupa dengan kalimat huruf: بِ, وَ, تَ,

هو, هم, هي, ها, تم, نا serupa dengan kalimat huruf: في, من, عن

هما, هنّ, أنتَ, أنتِ, أنا, نحن, كما, كنّ serupa dengan kalimat huruf: آيْ, أجلْ, بلى, جَيْر, نعمْ

أنتم serupa dengan kalimat huruf: حتّى, لولا, لكنّ

انتما, أنتنّ, أيّاكَ, إيّاكِ, إيّاي, إيّاه serupa dengan kalimat huruf: لَكنّ dan sebagainya.

2) Syibh ma’nawiy

Keserupaan ini ada pada makna isim. Yaitu maknanya isim serupa dengan maknanya kalimat huruf, baik yang wujud (makna yang serupa tersebut bersifat konkrit dan dapat dikenali) ataupun tidak (tersirat dan hanya dapat diperkirakan).

a. Makna isim yang serupa wujud (sifatnya konkrit dan dapat dikenali). Yang termasuk kategori ini adalah isim istifham (kata tanya) dan isim syarat. Contoh:

متى تقوم؟ kapan kamu berdiri?, kata متى ini serupa dengan maknanya أ huruf istifham: أتقوم؟ kapan kamu berdiri?

متى تقوم نقم jika kamu berdiri maka akupun akan berdiri, kata متى ini serupa dengan maknanya huruf إن شرطية (huruf syarat)

b. Makna isim yang serupa tidak wujud (tidak tampak dan hanya dapat diperkirakan). Yang masuk kategori ini adalah isim isyaroh (kata tunjuk). Contoh:

هذا, هذه, ذلك, تلك, هؤلاء, هنا dsb. Kata-kata ini (isim isyaroh) mengandung makna yang serupa dengan huruf yang tidak harusnya ada sebagai alat/ sarana untuk menunjukkan arti tunjuk namun dalam kenyataannya tidak ada (tidak wujud).

Makna isyaroh adalah termasuk makna huruf, karena pada umumnya segala makna mempunyai huruf untuk menegaskan makna tersebut, Misalnya makna nahi mempunyai huruf untuk merepresentasikan makna tersebut yaitu لا النهي. Begitu pula makna nafi mempunyai huruf untuk merepresentasikan makna tersebut yaitu ما النفي. Makna ta’kid (penegasan) mempunyai huruf yang merepresentasikan makna tersebut yaitu قد, dan seterusnya. namun khusus dalam makna isyaroh, makna ini tidak terwakili oleh suatu huruf.

3) Syibh isti’mali

Keserupaan ini ada pada segi penggunaannya (إستعمال). Yaitu isim ini dapat beramal seperti fiil namun tidak menerima atsar (objek) dari amalnya kata lain. Yaitu tidak seperti isim fail, isim maf’ul, masdar, isim sifat musyabbihah dan isim-isim lain yang dapat beramal seperti fiilnya namun juga dapat menerima atsar amalnya kata lain. Yang termasuk kategori ini adalah isim fiil. Seperti:

هَيْهَاتَ الْجَبَلُ, قَتَالٍ زَيْدًا

4) Syibh iftiqoriy

Keserupaan ini ada pada sifatnya isim yang membutuhkan eksistensi kata lain guna melengkapi dan mempertegas makna isim tersebut, hal ini serupa dengan kalimat huruf yang senantiasa membutuhkan kehadiran kata lain untuk menjelaskan maknanya. Yang termasuk kategori ini adalah isim maushul.

Contoh:

الذي, التي, الذين, اللاتي, اللائي, اللذان, اللتان dsb. Yang selalu membutuhkan shilah[13]

Namun dalam syarh al-Kafiyah al-Kubro, Ibnu Malik menambahkan dua lagi sebab keserupaan isim mabni, yaitu:

5) Syibh ihmali

Keserupaan isim dalam sifatnya tidak dapat beramal dan tidak menerima atsar amalnya kata lain. Seperti isim-isim pembuka (fawatih al-suwar) surat dalam Al-Qur an: الم, ن, ق, طسم

6) Syibh lafdzi

Keserupaan isim yang secara lafadz mirip dengan huruf. Seperti حاشا yang isim mirip dengan حاشا yang huruf.

Secara teringkas, dapat diketahui bahwa isim-isim yang termasuk dalam kategori isim mabni adalah:

a. Isim dhomir

b. Isim syarat

c. Isim istifham

d. Isim isyaroh

e. Isim fi’il

f. Isim maushul[14]

g. Isim-isim suara

h. Isim a’lam

i. Sebagian dhorof

j. A’lam yang berakhiran eih

k. Bilangan 11 sampai 19 kecuali 12[15]

----------- Wallahu a’laamu bi al-showab -----------



[1] A. Shohib Khoironi, Audhoh al-Manahij, (WCM Press; Jakarta, 2008), hlm. 14

[2] Bahrun Abu Bakar, Terjemahan Alfiyyah, (terj.) dari judul asli Alfiyyah Syarah Ibnu ‘Aqil, (Sinar Baru Algesindo: Bandung, 2006), hlm. 2; bisa dilihat pula di Ibnu Aqil (Dar el-‘Abidin: Surabaya, t.t.), hlm. 3

[3] M. Sholihuddin Shofwan, Maqosid al-Nahwiyyah, (Jombang: Dar el-Hikmah, 2006),hlm. 18

[4]Ibid

[5] Shohib, Op. Cit., hlm.16

[6] KH. Abdul Bashir Hamzah, al-Muhimah al-Bahiyyah fi Tarjamah Alfiyyah Ibn Malik, (Pustaka Alawiyah: Semarang, 2006), hlm. 17-20

[7] Kawakib al-Dhurriyah I, hlm. 8

[8] Hasyiyah Hudhori I, hlm. 20

[9] Bahrun Abu Bakar, Op. Cit., hlm. 5

[10] Ibid, hlm. 6

[11] Shohib, Op. Cit., hlm. 62

[12] Bahrun, Op. Cit., hlm. 11

[13] M. Sholihuddin Shofwan, Maqosid al-Nahwiyyah, (Jombang: Dar el-Hikmah, 2006),hlm. 32-34

[14] Ibid, hlm. 34-35

[15] Shohib, Op. Cit., hlm. 62